Selasa, 27 Agustus 2013

Sejarah Kota Pangkal Pinang

Sumber : www.kemendagri.go.id

Dalam bahasa Melayu, istilah kota memiliki pengertian yang serupa dengan pengertiannya dalam bahasa Indonesia. Disamping arti kata kota secara leksikografis, para ahli mengemukakan pula pengertian-pengertian tentang kota berdasarkan bidang keilmuan masing-masing. Sebagai contoh kota diartikan sebagai permukiman yang permanen, relatif luas, penduduknya padat serta heterogen dan memiliki organisasi-organisasi politik, ekonomi, agama dan budaya (Sirjamaki, 1964:4-6). Bahkan ahli perkotaan berbangsa Perancis, Dora Jane Hamblin mengemukakan, bahwa kota adalah tempat yang dihuni secara permanen oleh suatu kelompok yang lebih besar dari suatu komunitas. Di kota terjadi suatu pembagian kerja, yang kemudian melahirkan kelompok-kelompok sosial dengan diferensiasi fungsi, hak dan tanggung jawab.

Memang dalam berbagai definisi tentang kota tercakup unsur keluasan wilayah, kepadatan penduduk yang bersifat heterogen dan bermata pencaharian non pertanian, serta fungsi administratif-ekonomi-budaya. Unsur-unsur tersebut terwujud pula ke dalam fisik kota sehingga terbentuklan ciri-ciri fisiknya. Ciri-ciri tersebut kemudian sebagian tertinggal sebagai data arkeologi, sejarah, arsitektur, dan sebagian lain yang lebih besar jumlahnya musnah oleh faktor alam dan manusia. Data-data tersebut berupa artefak dalam
berbagai bentuk, tata ruang. Sedangkan data non artefak yang ditinggalkan suatu kota berupa tradisi, seni dan toponim. Di Indonesia, kota-kota kuno biasanya berdiri di daerah pantai, di tepi sungai, atau di lembah-lembah dengan dilengkapi berbagai sarana dan prasarana baik politik, keamanan, ekonomi, keagamaan, maupun pemenuhan kebutuhan hidup yang lain. Tampaknya lokasi suatu kota pada zaman dahulu dipilih berdasarkan berbagai macam pertimbangan yang menyangkut aspek-aspek tersebut di atas.

Aspek-aspek di atas ternyata secara langsung dialami pula oleh Kota Pangkalpinang. Secara etimologis Pangkalpinang berasal dari kata pangkal atau pengkal dan Pinang (areca chatecu). Pangkal atau pengkal yang dalam bahasa Melayu Bangka berarti, pusat atau awal, atau dapat diartikan pada awal mulanya sebagai pusat pengumpulan Timah yang kemudian berkembang artinya sebagai pusat distrik, kota tempat pasar, tempat berlabuh kapal atau perahu (wangkang) dan pusat segala aktifitas dan kegiatan dimulai. Sebagai pusat segala aktifitas, sebutan Pangkal atau Pengkal juga digunakan oleh orang Bangka masa lalu untuk penyebutan daerah-daerah seperti Pangkal Bulo, Pangkal Raya, Pangkal Menduk, Pangkal Mangas, Pangkal Lihat yang kemudian menjadi Sungai Lihat atau Sungailiat sekarang. Sedangkan Pinang (areca chatecu) adalah nama sejenis tumbuhan Palm yang multi fungsi dan banyak tumbuh di Pulau Bangka.

Pusat pemukiman awal Pangkalpinang dibangun ditepi Sungai yang membelah Kota Pangkalpinang. Proses pembentukan Pangkalpinang menjadi sebuah kota seperti sekarang sangatlah panjang dan berakar, dimulai dari ditemukannya biji timah yang terkandung hampir di seluruh pelosok Pulau Bangka, sampai upaya eksploitasi timah dan hasil bumi Pulau Bangka seperti Lada Putih, Karet dan Damar oleh berbagai bangsa. Pembentukan Pangkalpinang dimulai sejak adanya perintah Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin I
Adi Kesumo kepada Abang Pahang bergelar Tumenggung Dita Menggala dan kepada Depati serta Batin-batin, baik Batin Pesirah maupun Batin Pengandang dan kepada para Krio yang ada di Pulau Bangka untuk mencari Pangkal atau Pengkal sebagai tempat kedudukan Demang dan Jenang yang akan bertugas untuk mengawasi parit-parit penambangan timah, mengawasi pekerja-pekerja yang disebut kuli tambang dari Cina, Siam, Kocin dan Melayu dan mengawasi distribusi timah dari parit-parit penambangan hingga sampai ke Kesultanan Palembang Darussalam. Diantara pangkal atau pengkal yang didirikan masa itu adalah pangkal Bendul, Bijat, Bunut, Rambat, Parit Sungai Buluh, Tempilang, Lajang, Sungailiat, Cegal, Pangkal Koba, Balar, Toboali dan Pangkalpinang yang kita kenal sekarang.

Dari tinjauan sejarah dengan dasar kajian yang jelas dan literat dari Tim Perumus hari Jadi Kota Pangkalpinang, berdirinya Pangkalpinang diprediksi jatuh pada 17 September 1757 yakni di masa pemerintahan Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin I Adi Kusumo. Di masa pemerintahannya, Beliau sudah membentuk 14 Pangkal di Pulau Bangka termasuk di dalamnya Pangkalpinang.

Lantas apa latar belakang dipilihnya tanggal tersebut? Saat perwakilan dari tim perumus Hari Jadi Kota Pangkalpinang bersama perwakilan Pemerintah Kota Pangkalpinang melakukan studi banding ke UPT Permuseuman Palembang, diperoleh informasi yang cukup jelas, bahwa pada tahun 1724 sampai dengan 1757, Kesultanan Palembang dipimpin oleh Sultan Mahmud Badarudin I Jayawikromo. Namun setelah ia wafat pada tanggal 17 September 1757, diangkatlah Susuhunan Ahmad Najamuddin Adikusumo sebagai penggantinya menjadi Sultan Palembang. Sebelum Sultan Mahmud Badarudin II wafat, Beliau sudah memberikan titah dan kuasa untuk mengelola tata pemerintahan serta mencari dan memperluas daerah kesultanan kepada Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin Adi Kusumo. Perlu diketahui, ciri khas kesultanan, jika pemimpin atau sultan meninggal, maka di hari meninggalnya sultan itulah diangkat pengganti untuk meneruskan pemerintahan. Maka dari keterangan di atas, dapat ditarik simpulan bahwa hari lahir Kota Pangkalpinang adalah pada tanggal 17 September 1757, bertepatan dengan meninggalnya Sultan Mahmud Badarudin II dan diangkatnya Susuhunan Ahmad Najamuddin Adikusumo sebagai penggantinya menjadi Sultan Palembang.

Setelah Susuhunan Ahmad Najamuddin Adikusumo memimpin, ia segera memerintahkan Abang Pahang bergelar Tumenggung Dita Menggala dan kepada Depati serta Batin-batin, baik Batin Pesirah maupun Batin Pengandang serta kepada para Krio yang ada di Pulau Bangka untuk mencari Pangkal atau Pengkal sebagai tempat kedudukan Demang dan Jenang yang akan bertugas untuk mengawasi parit-parit penambangan
timah, mengawasi pekerja-pekerja yang disebut kuli tambang dari Cina, Siam, Kocin dan Melayu dan mengawasi distribusi timah dari parit-parit penambangan hingga sampai ke Kesultanan Palembang Darussalam. Diantara pangkal atau pengkal yang didirikan masa itu adalah pangkal Bendul, Bijat, Bunut, Rambat, Parit Sungai Buluh, Tempilang, Lajang, Sungailiat, Cegal, Pangkal Koba, Balar, Toboali dan Pangkalpinang yang kita kenal sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.